Kumpulan Puisi Guru_guru SMAN 1 Pacar
Petualang Muda
Bersitatap sama, berpijak sama
ada ruang berserakkan
ruang yang penuh dengan insan-insan terbelenggu
ruang yang mulanya adalah kosong berbalut gulita
di bawah lembah dingin
lembah sejuk kesunyian kalbu
lembah waka puing menitip benih- benih mutiara lugu
lembah riuh teriakan-teriakan sang pemimpi
di sini, yang datang bukan elit petitih teka-teki
yang susah menempati janji
di sini, di desa ini sang guru meramu
meramu ke cakrawala walau hanya sesaat
di sini masih ada goresan- goresan bertema
yang lama bungkam berpeti besi
lalu, kini paksa menusuk tembus dinding-dinding langit
Wahai.....
para barisan petualang-petualang muda
jangan kaku lantaran malu
jangan diam beralasan ragu
jangan berharap seperti benalu
yang tak tau rasa malu
di depan keningmu sejuta embun memekar rayu
di tanganmu ada pena merajut sagu
ketika pagi menjemput siang
pun matahari terbenam senja
impian melesat cepat di ufuk timur
semburat kuning langsat membumbung langit
sebab, kaulah cahaya penantian cakrawala
dalam ujung tak terhingga.
Puing, 03 Desember 2019
Oleh : Hironimus Deo, S. Pd. ( SMAN 1 Pacar)
Guru Bahasa dan Sastra Indonesia
Hujan Bernyayilah
Ketika hujan menyapaku menyapamu
di pondok kenangan manis,
sejenak nadi terus bungkam
teriris oleh percikan air
Syair dan lagu
menjadi penenang imajinasi yang rapuh,
Tersiar kami dendangkan lagu lama tuk melawan percikan deras mebasah telaga.
Berselimut sepoi senja
serasa kisah hari ini berlalu cumbui mimpi mau jadi apa?
entahlah.......
Nyayian-nyayian hujan
engkau pun senang dan
aku pun puas akan kata-kata lalu, waktunya untuk pulang.
Wahai hujan
sungguh miris menyapa
dengan lantunan nyanyimu.
ku tau inilah musimMu melinang
ku tak mau berhenti di sini.
Wae Bobok, 6 Februari 2020
Oleh : Hironimus Deo, S. Pd. ( SMAN 1 Pacar)
Guru Bahasa dan Sastra Indonesia
Ciuman Nikmat
Dilengkungan kedua bibirmu
Mengkilat bias cahaya butiran manis
Memikat rasa menenun mimpi
Yang belum selesai dirajut
Kuraba-raba tubuhmu bundar pun mungil
Kupegang erat - erat tangkai yang indah
ditubuhmu nan manja
Perlahan-lahan jemari manisku
Pelan -pelan memutar, mengaduk dengan teratur
Dari bawah ke atas, dari atas ke bawah
Hingga ampas sayang menari layang
Ku cium kedua bibirmu
Kunikmati aroma manismu hingga memikat rasa
Di dalam sari-sarimu cukup kental manis
gumpalan cinta para penikmat
Tak hanya wangi manismu asaku tak mau minggat
Manismu hidupkan imajinasiku
Engkau buruan penikmat saat dingin dan sepi
Engkau hangatkanku dikala gigilnya hujan
Lalu desah nafasku, engkaulah puisi pun bertumbuh ilusi
Engkau tak ada duanya manis saat mengecap
Seteguk dua teguk kunikmati manismu rasanya ingin tambah lagi dan lagi
Engkau memang hitam namun manis
Dan,
Engkau adalah..
K o p i k u.
Helung, 03 Desember 2019
Oleh : Hironimus Deo, S. Pd. ( SMAN 1 Pacar)
Guru Bahasa dan Sastra Indonesia
Gubuk Literasi
Angin lembut sejukkan hati
Sejenak henti seduhan mimpi
bungkam, amarah, keluh dalam nada rima hujan
Seperti belum waktunya untuk frustasi
Para pemimpi berimajinasi
Meniti kenangan pada embun beku
Melalang biasa pada jalan tak bertepi
dipengujung hari mengais rezeki
Tak sembunyi, tak pilu dan putus asa
pemimpi cumbui lagi penamu,
walau resah mentari menyapa
Di bawah gubuk literasi amarah selangit
mimpi-mimpi merebah senja
Bukan kegagalan yang ditanya
pun riuh membawa tangis
Jika jawaban ada dalam kata
Bangkitlah untuk pulang
Puing, 10 Februari 2020
Oleh : Hironimus Deo, S. Pd. ( SMAN 1 Pacar)
Guru Bahasa dan Sastra Indonesia
Mutiara Indonesiaku
Ratusan tahun lalu,
Cendekiawan-cendekiawanmu dibelenggu
penindasan,kesakitan, pun kerja secara paksa
Pemuda pemudi bangsamu melarat,
Memikirkan bangun republikmu
Hari ini tepat usiamu bertambah Indonesiaku
Dirimu begitu kaya akan olahan bumi
dan suku etnis yang engkau lahirkan
Tatanan moralitas menambah
kekhassan idiologi sebagai bangsa timur
Aku tahu, untuk menjadi negara yang kuat
tentu membutuhkan sebuah proses
Alam telah menggodok isi perut bumi
Dan ibu pertiwi telah mencetak generasi emas untukmu
Tanah airku, tanah kebansaanku pupuklah jiwa nasionlisme,
Kelak generasimu tak akan lupa akan sejarah yang telah kau ukir.
Selamat bertambah usia semoga
di usiamu kini engkau semakin jaya.
Helung, 17 Agustus 2019
Oleh : Hironimus Deo, S. Pd. ( SMAN 1 Pacar)
Guru Bahasa dan Sastra Indonesia
Sebelum Ia Menjadi Abu
aku pernah duduk ditepianya
aku memang tidak sendiri di sana
tapi aku merasakan keheningan
yang mendalam, sunyi dan damai
ia memang selalu memancarkan duka
demikian disetiap awal perjumpaan
lalu aku semakin maju ketepianya
sebentar- sebentar menyentuh permukaanya
mengajaknya bersahabat dan persis saat itu
aku menemukan sesuatu yang lain dibalik keteduhanya
aku memandang kegelisahan dibalik mimiknya
aku serasa sedang menangkap kegelisahanya
tapi ia memilih tetap diam, tenang, meski dengan raut gelisah
namun aku paham dibalik semua bahasa isyaratnya
terakhir kali
ketika aku kembali hendak bersua
dia menyongsong aku dengan warna permukaan
yang hijau muda indah memandang
dia masih memberi aku pancaran kedamaianya
aku Cuma memandangnya dari jauh
aku takut melihat kegelisahanya
sebab aku merasakan kegelisahan yang memuncak
zaman mengiris semuanya
dan aku mengenang kedamaianya sampai akhir
Danau Sanonggoang, 2 Januari 2020
Oleh : Petrus R. Teok, S. Pd. ( SMAN 1 Pacar)
Guru Bahasa dan Sastra Indonesia
PENANTIAN
Di sini
Di tempat ini
Aku berdiri
Menanti sang mentari yang tak kunjung pasti
Apakah mimpi akan tercapai
Ketika hati menjadi lunglai
Dan kaki
Tak lagi mampu berdiri.
Akankah mimpi akan tergapai
Ketika lengan enggan menggapai
Dan jari tak lagi mampu merangkai
Di sini aku akan terus menanti
Sampai senja telah usai
Dan usia
Sudah mati
Puing, 26 Desember 2019
Oleh: Elisabet Yuri, S.Pd. (SMAN 1 Pacar)
Guru Bahasa dan Sastra Indonesia
Jejak hujan
Jatuh perlahan-lahan
Bak mutiara memaksa lenyap
Merebah segar dalam kelopak sakura
Diam seribu bahasa atau puasa akan kata-kata
Bening, segar, sejukkan dahaga
Kuncup-kuncup menutup
Tangkai-tangkai melepuk
Satu per satu gugur
Dalam rasa dan rindu
Jejak membekas hujan bernyanyi
Jejak menulis rapih dalam pipi
Lembut pun membentuk khatulistiwa
Lalu tersusun dalam sanubari
Mawar-mawar mulai layu
Mawar pucat kembang tak bersepatu
Mawar di lembah danau sakura
Kepada jejak hujan yang perih
Jejak yang menambah luka
Jejak penakluk jiwa
Jika hujan adalah materi
Maka botol kosong haus akan air
Jika rindu dibalik hujan
Maka jejak hujan menghapusnya
Puing, 20 Januari 2020
Oleh : Aleksius Widiyanto,S.Pd. (SMAN 1 Pacar)
Guru Pendidikan Kewarganegaraan
Senandung Natal
Alun- alunan mulai terdengar
Insan-insan sibuk hilir mudik
Terpampang rapi lampion berkunang-kunang
Menderu-deru dari pelosok sampai ke kota
kidung sambut di dusun kecil
Tangis, riuh pecahkan langit
tak ada pintu yang terbuka
yang ada hanya sunyi senyap
menjerit gelisah, mendesah, terpatri seorang ibu.
Bethlehem nun indah sunyi suci
rerumputan keji berdekil
menitip mungil tak berlampin
berbalut dingin beralaskan duri
Senandung natal kini berkumandang lagi
Mari secuil sucikan diri, tak harus berlebihan
Juru selamat lahir dalam hati
Walau menebus ratusan juta kerapuhan
Puing, 14 Desember 2019
Oleh : Romanus Haling, S.Pd. (SMAN 1 Pacar)
Guru Agama Katolik
Goresan berdilema
Rembulanku...
Jangan biarkan senja diwajahnya
Setialah seperti langit yang terpampang di atas sana
HasratNya kini dilema.
Rembulanku....
Kembalikan dia padaku
Jangan biarkan dia sepi
Jangan biarkan dia redup
biarkan dia seperti matahari
tetap bersinar disaat aku bungkam
Ketika malam semakin larut, usailah kisah tentang hari ini.
penaku semakin manja mengores pelan pun teratur dikertas putih.
Maaf aku membasahimu dengan lugunya tintaku.
kata-kataku karenaku....
goresanku adalah nikmatku....
biarkan dia berpasrah
Sebab tintaku masih kental full..
Dan...
Semuanya karena Rindu.....
Frustasi....
Karena...
Yahh.....
Bulan satu-satunya punyamu punyaku redup diheningnya lautku.
Puing, 15 Januari 2020
Oleh: Yohana M. Tati, S.Pd.(SMAN 1 Pacar)
Guru Sejarah Indonesia
Secuil surat dari Bunda
untuk Mikhaylaku
Sulungku…..
lahir berbeda dengan yang lain
Tangis pecahkan sutra saat masa sulitku
Saat aku belum siap menjadi bunda
Saat aku ingin senang-senang menikmati masa mudaku
Sulungku…
Hadir saat aku tak punya apa-apa
Hanya kasih sayang membumbung langit
senyummu inspirasi hari-hariku
engkau bukan sekedar emas dalam hidupku
engkau adalah jiwa dan nafasku
Malekatku…
Hadir di dunia bukan hanya penyemangatku tapi penguatku
Engkau memberi banyak hal dalam kehidupan pun cinta, kasih dan kebahagian hati
Engkau lahir berbeda dari yang lain
Aku sudah berhasil hadirkan sosok sepertimu
Jiwaku tumbuh dalam cinta merangkul dalam sanubarimu
Jiwamu ku kuatkan dengan setetes air susuku
Mikhaylaku…
Senyum dibibirmu berbeda dengan yang lain
Saat orang megejekmu, menatap yang terlalu dalam
Hatiku perih, luka dan luka yang menganga
Satu pintaku bahwa engkau malekat penyemangat hati dan jiwaku
Nak…bernyayilah,, kelak, jika temanmu tanya engkau tak perlu ragu dan nangis
Engkau tau Tuhan sayang padamu dan kami.
Bea Bangga,15 Januari 2020
Oleh : Maria Jenanu, S.Pd. (SMAN 1 Pacar)
Guru Bahasa Inggris
Abadi Kasihmu
Di bawah teriknya mentari
Kau masih cangkul di ladangmu
Kobaran api memanggang kulitmu
Menembus sampai tulang tuamu
Digurat wajahmu ada segudang cinta
pelumu bercucuran, bersimbah membasahi
tubuhmu yang kian rapuh
matamu yang bening menatap tajam
pada hasil keringatmu
dalam letihmu selipan doa pada Tuhan
kelak pengorbananmu dibalas dengan
kesuksessan anak-anakmu
Ayah...
setiap tetes pelumu adalah semangatku
senyummu sembunyikan luka dalam anganku
ku tahu mentari adalah saksi bisu kegigihanmu
segala pengorbananmu akan kuperjuangkan
tuk menghapus segala pelu yang terus
bersimbah pada wajahmu
Rembong, 10 Februari 2020
Oleh : Maria Imakulata Anung, S.Pd. (SMAN 1 Pacar)
Guru Matematika
Pena Hati
Aku merangkak pelan
Sejenak diikuti butiran salju bening jatuh dipipiku
Serasa merengut kedua kelopak mataku.
Hujan hari ini menyapaku deras
Terlintas menemani kesendirianku hari ini
Kuterbaring lemah
Dua orang bersemboyan memotivasiku
Aku takut dan ragu
Ketika suara itu mencapakkanku
Andai kata aku tuli
Akanku teriak dari atas tembok itu,
Biar teligaku dan telingamu
Merasa getar pekik kata- kata .
Wahai engkau bulan kuning langsat
Mengapa engkau menyapaku dengan sejuta kunang- kunang bertabur derita .
Angin hitam mengalun menghantam nadi
Ku diam , ku bergetar, ku bertanya
Apa yang terjadi pada diri ini?,
Kumengigil dan rintih dalam ranjang sepi.
Aku sadar
Aku telah jatuh,
dalam buruknya angin pembawa kabar.
Akupun duduk diam, dan
Tak terasa penaku menggores kisah hari ini.
Labuan Bajo, 29 Januari 2020
Oleh: Emerensi Jenina, S.Pd. (SMAN 1 Pacar)
Guru Matematika
Cinta Sejati
Terima kasih
kata yang selalu ku ungkap dalam kalbu
kata yang selalu kusebut dalam relung
terima kasih
telah dating untuk yang pertama
telah hadir mejadi yang terakhir
terima kasih
tetap mencinta dalam kekuranganku
tetap bertahan dalam kebodohanku
terima kasih
selalu menatap ke arahku
selalu menunjuk diriku
terima kasih
tetap memilihku
Noa, 10 Februari 2020
Oleh : Gaudensia Oktavia, S.Pd. (SMAN 1 Pacar)
Guru Fisika
Penyesalan
Teruntuk rindu dan sesal
Yang bersamaan melampaui waktu
teruntuk asa yang dikalahkan ego
Banyak waktu yang terbuang
hilang percuma
yang berkesudahaan
selalu berlalu
yang datang pun
selalu berganti
Entah pergi atau hanya
sekedar berlari
melampaui batas tak terkira
sejauh ini sudah patah
sejauh ini sudah lelah
Lelah padahal tak berlari
panik yang tak beralasan
sebab yang tak akan menang
melampaui waktu
tapi hari masih panjang
Noa, 27 Januari 2020
Oleh : Maria Silvani Daiman, S.Pd. (SMAN 1 Pacar)
Guru Bahasa Jerman
Sosok tak terlupakan
Tetesan keringat disekucur tubuhmu
Hari demi hari engkau abaikan
Jeritan dan panasnya sang fajar
Engkau tak hiraukan
Hanya mencari sesuap nasi tuk menghidupi insan dalam gubukmu.
Ayah ...
Lukamu yang lama, terus menganga
Jasamu kutulis dalam buku harianku
Jari jemarimu teriris - iris oleh alang - alang
Dan engkau hanya tersenyum melihat itu.
Setiap hari engkau bekerja
Tak pernah ada kata putus asa
Tubuhmu yang dulu kekar
Kini menjadi kurus,
Ku terbalut luka yang tak terobati
Ketika aku melihat sosokmu dulu
Ayah...
Aku ingin memakai bajumu yang bolong
Baju yang berlumur banyak impian
Baju yang berlumur seribu tetesan salju harapan
Baju yang tak layak kau pakai lagi.
Puing, 10 Februari 2020
Oleh : Kristianus R. Hasiman, S.Pd. (SMAN 1 Pacar)
Guru IPA Biologi
DUNIA ILUSI
Ketika senja berlalu
Kisah manis mungkin hanya cerita
Yang tak kunjung padam
Bilur -bilur pelangi sehabis hujan menari
Sungguh perih bila inderaku tak sampai menembus bayang.
Adakah jejak yang kembali?.
Adakah kisah kini terulang lagi nanti?
Ah... Dunia hanya ilusi
Menepi semu menghantui imajinasi
Lantaran jarak menikkam dada
Meronta piluh terhampar jarak
Selipan salam tak sampai
Hanya nadi yang berkata sabar
Sampai malam menjemput mimpi indah
Ilusi hanya cerita
Dan aku hanya bercerita...
Puing, 11 Februari 2020
Oleh : Yustina Fera Jenia, S.Pd. (SMAN 1 Pacar)
Guru Matematika
Si bungsu berimajinasi
mereka hanya tau aku bungsu yang tunggal
mereka selalu berpikir bahwa
menjadi aku tidak bahagia
sebenarnya tidak
kalau boleh memlih antara
melewati semak belukar ditengah kegelapan
atau menjadi si bungsu yang tunggal
aku lebih memelih melewati blukar di tengah kegelapan
kenapa?
menjadi bungsu yang tunggal itu sepi
semuanya selalu sendiri
apakah kamu tahu?
saat dia sendiri dia pergi pada siapa?
saat dimana dia tidak tahu
kepada siapa dia bercerita
aku hanya ingin bertanya
apa itu bungsu?
apa bedanya si bungsu dan si sulung
kenapa kamu selalu beranggapan si sulung itu penyabar?
bukankah si bungsu lebih sabar dari si sulung dia selalu menurut apa yang diperintah
dia selalu mengalah jika diberi barang sisa
apakah kamu berpikir kapan dia dewasa kapan pendapatnya diterima?
dihargai,
tapi dia selalu dituntut
untuk berhasil dan sering disalahkan
dan yang paling penting dia harus menerima kenyataan orang tuanya
sudah renta ketika dia sudah berhasil
Puing, 11 Februari 2020
Oleh : Gaudensia Ayumandira, S.Pd. (SMAN 1 Pacar)
Guru Kimia
Warna Impian
Bulan berganti tahun
Musim pun tak tetap
Meratap menatap impian
Impian terlihat jelas dibilik mata kita
Waktu hanya bercerita dengan harapan
Kita yang pernah mesrah
Pun kalian yang pernah mesrah dulu
Kini mungkin tinggal jejak yang masih
bertengger di dalam memori yang kusam
sepi sedu sedan hari ini
dalam keadaan sepi
salju rindu menetes tiga titik
memecah kelopak mawar putih
membeku bagai es kutub
Dibalik pelangi ada segumpal cinta
Dibalik pelangi ada rindu
Dibalik pelangi ada warna impian
Yang dikemudian hari masing-masing bercerita
Aku hampir lupa wajah tawa kalian
Satu persatu kalian tersenyum
Senyum bahagia atas impian dan harapan
Pun sudah genggam erat
Kutitipkan secuil sajak ini pada pelangi
Pelangi muncul dan bercerita ketika hujan
mereba redah dihulu sungai
Kugores dan manjakan pena ini
Sebab tanganku tak pegal karena kesibukan
Ceritakan keberhasilan kalian pada pelangi
Mungkin kabarnya sampai padaku nanti.
Puing, 10 Februari 2020
Oleh : Kristianus R. Hasiman, S.Pd. (SMAN 1 Pacar)
Guru IPA Biologi
Tangisan Tak Bertema
untuk cerita hidupmu yang gelap
biarlah dia mengalir seperti rintik
hujan yang menguyur bumi
dia hanya ditemani langit gelap
angin yang berhembus menusuk tulang belulang
tapi dia tidak memberotak protes
kepada empunya kehidupan
untuk hati yang lagi menderita
untuk jiwa yang sudah rapuh
untuk raga yang sudah hancur
apakah masih ada setetes air mata untuk meratapinya?
menangislah!!
dia hanya percaya bahwa setelah gerimis
seberkas cahaya memelukmu
cahaya yang indah menawan
cahaya yang mungkin asing bagimu
tapi tidak baginya
cahaya yang biasa orang sebut pelangi
pelagi menyapa digelapnya langit pun hitamnya hujan
untuk bisa merasakan manisnya bahagia
engkau harus melewati sakitnya derita
wahai sahabatku, kuatkanlah hatimu
kau tidak sendiri disudut yang kelam
kami disini menyulam sepotong kebahagiaan
menangislah..
air mata bukan jadi tangisan namun menguatkan harapan
karena kita adalah kesedihan
yang diterbangkan bersama sepenggal doa
Puing, 11 Februari 2020
Oleh : Gaudensia Ayumandira, S.Pd. (SMAN 1 Pacar)
Guru Kimia
Keren pak guru
BalasHapus