MAMA AKU PERGI
Pagi itu mendung menyapanya tidak seperti biasanya. Rabu delapan belas maret dua ribu dua puluh.
Mendung. Bukan mendung mendatangkan cerah malah mendung mendatangkan Hujan air mata. Riuh barisan perarakan pekarangan bunga jadi sejarah tetesan membeku lenyap bersama butiran air mata penyesalan pagi itu.
Frustasi dan tak ada harapan untuk hidup membuat dia pergi
Lalu, ini salah siapa?
Untuk apa Dia Sekolah?
Salakah ibu mengandung?,
Tidak. Hingga pembalasan kejamnya untuk pergi selamanya.
Dia memiliki cinta, namun bukan cinta tuk kembali ke rahim ibunya lagi.
Dia yang dalam kegelapan.
Di luar sana ada segumpal cinta dan cita-cita yang menunggu.
Sadar?, Yah sadar, hanya usaha sadar tuk mewujudkannya.
Entahlah, , Dia tidak dalam kesadaran, usia mudanya senja. Senja untuk selamanya."Jangan Seperti Aku "
" Puisi ini berangkat dari kisah tragis yang nyata, seorang siswa kelas XI SMA Negeri 2 Macang Pacar, Pacar, Mabar, bunuh diri "
Sementara kronologis kejadian penulis tidak mengetahui. Tulisan ini hanya sebuah kenangan semata.
MAMA AKU PERGI
Untuk mengenang Alm. Safrin)
________________________________
Masih melekat jejak torehannya
Senyuman pemuda gagah berani
Lugu, jujur, rajin dan rendah hati menambah luka di sini
Aku, kita dan mereka tak bisa lagi rajut tentang kesedihan
Jika hari ini hujan air mata
ratapan kehilangan selamanya
Mama aku cinta padamu
Mama aku pergi bukan salahmu
Aku punya cita_cita lain
Cita_citaku bukan kembali ke rahimmu, atau bukan seperti kuberi upeti mereka itu
Sudahlah...
Usia mudaku senja
jangan seperti diriku bisu lantaran frustasi lenyap dihari pagiku
Lihat pun bertekuklah mama...
Lilin itu tak habis kau bakar tetap teranglah belenggu kegelapan dikepalaku
Kini, bibir pucat muram, remuk jantungku meniadakan lagi rindu para sahabat dikelas itu
Mama, mengapa aku seperti ini?
Berilah sabar, melihat tangis juga tawamu
Letik jarimu takku dekap lagi
Hangat belaianmu takku rasakan lagi
Riuh, terisak_isak pun bibir jadi kelu membeku
Tak ada pesan bersama hujan siang ini
Mama...
Merebahlah sejenak merenung
Bahwa roda itu titipan dariNya
Yang nanti dititipkan atau dilenyapkan
Puing, 18 Maret 2020
Oleh: Deo Hironimus
Guru Bahasa dan Sastra Indonesia
SMA Negeri 2 Macang Pacar.
Komentar
Posting Komentar