Cerita Pendek : Rasa Yang Tersirat - Angela M

 

Foto ilustrasi- Internet


*Angela Merici*

Kelas XII IPS A


 Namaku adalah Klaudia Karini. Aku tinggal di suatu daerah di kampung Borong. Sekarang aku sedang menempuh pendidikan di STIE Dharma Makassar. Aku masih mempunyai orangtua yang sangat menyayangiku dan selalu memberi motivasi atau inspirasi untukku. Aku terlahir dari keluarga miskin, tetapi aku bahagia karena selalu ditemani fajar yang selalau bersinar pada indahnya embun pagiku. Aku anak ke 2 dari enam bersaudara Kakaku yang sulung sedang menempuh pendidikan Einstein YPUP Makassar.

 Semasa kecil, ayah selalu memanggilku Kinik, hal iti karena tubuhku yang kecil. Bagiku hal tersebut bukanlah sebuah sindiran melainnkan tanda kasih sayangnya yang besar kepadaku. Saat aku berumur enam tahun, aku mengawali pendidkan formalku di SD. Di sekolah aku dipanggil Kinik oleh teman temanku, aku tidak peduli akan hal itu. Seiring berjalan waktu usiaku bertambah satu tahun. Enam tahun aku di SD dan tiga tahun aku di SMP. Aku adalah pribadi yang rajin, aku selalu belajar. Dan bukan hanya rajin belajar aku juga sering membantu kedua orangtuaku untuk pekerjaan yang bisa kuselesaikan. Dalam jangka waktu sembilan tahun aku menabung uang untuk masa depanku. Uang yang kudapat bukan pemberian dari orangtuaku, melainkan hasil keringatku sendiri. Saya selalu pergi kerja menanam padi dari warga yang memburtuhkan bantuanku.

 Waktu berjalanm begitu cepat lebih cepat dari semilir angin yang menghembus bumi. Rencananya saya daftar di SMAN O2 Macang Pacar. Sebelum saya didaftarkan, orangtuaku meminta menjaga adek saya, memberi makan babi. Dan masih banyak pekerjaan yang lain. Mereka pergi ke rumah nenek dalam waktu satu minggu untuk membantu menanam padi. Jarak antara kampung nenek dan kampungku lumayan jauh, perjalanan ke sana bisa menghabiskan waktu satu jam jika mengendarai sepeda motor. Selama mereka dikampung nenek segala pekerjaan yang dipercayakan padaku aku melasksanakan dengan baik. Singkatnya waktu pendaftaran sudah dekat. Pendaftaran hanya dibuka dalam waktu tiga hari dan jumlah peserta yang diterima sangat terbatas. Aku takut jika tidak diterima. Aku sangat gelisah. Kecewa adalah kata yang menyelimuti jiwaku saat itu. Hati keciku berkata”Apa mungkin aku tidak jadi sekolah”? Ah .... itu tidak mungkin terjadi, itu hanya ilusiku semata. Aku pasti sekolah”, hatiku bersahut kembali memberi semangat pada jiwa dan raga yang kaku akan kenyataan. Dan waktu pendaftaran pertama pun dibuka dan dilanjutkan dengan pendaftaran kedua. Kedua orangtuaku belum pulang dan rencananya lusa mereka pulang. Sedangkan besok adalah hari terkahir pendaftaran. Aku pun diam seribu bahasa tak ada kata yang sanggup diucapkan pada kakunya bibir. Aku merenung ditemani angin malam yang sepoi. Entah kenapa dalam bayanganku. Aku tersontak menarik celenganku dan membukanya. Bahagia merengut akan rasa takut dan gelisah. Lembaran kertas merah bergambar dua pria yang tersenyum menghiasi celenganku. Lembaran itu ada empat atau uangnya Rp. 400.000. Bahagia menghantarkanku pada indahnya malam sampai kokok ayam memekakkan telingaku di subuh hari itu.

 Pagi menyapa hari. Aku pun menyapa indahnya dunia dalam doa syukurku.” Daftar”? Iya..... benar sekali. Itu adalah kata yang aku nantikan. Kuayunkan kakiku melangkah merajut mimpi yang terbungkus rapih oleh sang kahlik. Besama teman sekampung, tibalah kami di sekolah. “Selamat Datang di SMAN 2 Macang Pacar”, sapaan hangat dari penumbuh ilmu dan kakak kakak senior lewat tulisan pada gapura sekolah. Kami pun mendaftarkan diri dan memberikan berkas yang mennjadi syarat pendaftaran, serta wawancara yang hanya dalam jangka waktu lima menit saja. Tak lupa juga saya menyetor uang pakaian sejumlah Rp. 400.00. Dan kami diminta memilih jurusan yang diminati . Ada tiga jurusan, yaitu; BAHASA, IPS dan IPA . Aku pun memlilih jurusan yang saya minati yaitu jurusan IPA. Setelah semuanya selesai kami pun langsung pulang dengan perasaan yang sangat bahagia. Sesampainya di rumah kedua orangtuaku sangat kaget ketika sudah pulang sekolah. Aku pun langsung bertanya pada mereka, ternyata mereka pulang cepat karena memikirkan aku yang belum daftar. “ Bagaimana dengan uang pakaianmu nak”, tanya mama padaku. “ Aku sudah membayarnya ma”, jawabku. Mereka sangat heran.” Dari mana kamu mendapatkanya”, kata ayah membuka pembicaraan yang sedari tadi diam dan hanya mendengar celotehan antara aku dan mama. Saya ceritakan kejadian sesungguhnya dan mereka pun sangat bahagia. Serta meningkatkan rasa salut mereka padaku.” Nak, terimaksih ya kamu telah mengisi kotak kosong pada diri aku dan ayahmu”, sahut mama dengan senyum dan menutup pembicaraan siang itu. 

 Waktu terus bergulir sampai jadwal masuk sekolah sudah dipelupuk mata. Senin, 25 Juli 2015 adalah hari pertama aku masuk sekolah. Aku sangat ceria, senang dan bangga menyelimuti pikiranku. Aku mengikuti alur kehidupan yang tertata rapih. Tak terasa satu tahun berlalu, satu tingkat di sekolah aku telah laluinya dengan suka dan duka mengiringi perjuanganku. Sekarang aku sudah kelas XI. Aku kembali ditantang oleh mata perlajaran yang membuatku mengigit ujung jari. Dengan semangat yang luar biasa aku dapat mengatasi dengan baik. Saat itu, di sekolah informasikan akan diadakan lomba mata pelajaran di tingkat kabupaten Mangarai Barat. Aku sangat bahagia hari itu , aku adalah salah satu utusan dari sekolahku. Kami ada tiga orang diantaranya adalah Aku, Jeny dan Chiko. Saat itu aku dipercayakan untuk lomba mata pelajaran Kimia, Jeny membawa mata pelajaran Fisika, dan Chiko dipercayakan untuk melombakan mata pelajaran Biologi. Mulai hari itu kami sangat sibuk belajar. Tidak ada waktu yang kami lewati belajar adalah fokus aktivitas kami bertiga kala itu. Tiba saatnya kami akan mengikuti lomba tersebut. Banyak saran yng diberikan oleh para guru sebelum mengikuti ajang bergengsi itu. Awalnya saya sangat ragu. Aku dan teman-temanku yang paling kecil , selain itu semuanya berbadan besar dan tinggi. Layaknya kami semut yang bermain bersama gajah gajah cantik dan ganteng. Sekejap perasaan takut hilang dalam pikiranku. Tekat telah mebunuh rasa takut itu, aku pun mengikuti lomba dengan lancar meski banyak soal yang membuat dahiku berkerut sejenak, untung saja aku telah mempersiap semuanya dengan matang. Perlombaan pun selesai. Akhirnya kami balik ke kampung kami masing masing. Seminggu telah berlalu kami sangat merindukan hasil dari lomba tersebut, seperti menantikan seorang keksih yang datang dari jauh setelah sekian lama berhubungan yang istilahnya LDR. “ Kinik.... kita dipanggil sama bapa kepala sekolah”, suara jeny memekakan tellinga membangunkanku dari segala hayal yang indah. “ Iya..”, jawabku singkat sambil berjalan menuju Jeny berdiri dan di situ ada Chiko juga. Kami pun berjalan bersamaan. Sesampainya di ruangan kepala sekolah, beliau menyodorkan tiga amplop kepada kami dan menyilahkan membukanya. Kami pun membukanya, aku dan teman teman sangat bangga ternyata juara 2 dalam perlombaan yang kami ikut beberapa hari yang lalu. Kepala sekolah pun memberikan selamat kepada kami. Perasaan senang adalah perasaan yang mungkin dimiliki kami bertiga hari itu.

 Fajar kembali menyinari bumi lalu menutupinya dengan malam dengan pernataran senja yang indah. Jika minggu akan berganti bulan , maka dua tingkat dalam pendidikan telahku laluinya dengan baik. Mulai dari kisah yang humoris, sedih juga tentang kisah asmara. Senior begitulah sapaan kami sekarang. Aku sudah kelas XII. Cepat sekali jalannya waktu. Banyak hal yang menantangiku kala itu, mulai dari ujian dan segala proses yang dianjurkan aku laluinya dengan baik.Titik terakhhir aku bergulat dalam masa putih abu adalah mengikuti ujian akhir. Ujian akhir berlangsung 4 hari. Sampailah kami berada di penghujung ujian, setelah itu kami berbagi pelukan mencucurkan air mata haru. Mengingat kembali masa masa awal masuk sekolah. Kami lalu meninggalkan ruang segi empat yang 3 menjadi saksi atas segala kisahku dan juga mereka. Ucapan terimakasih dan maaf kami kepada guru atas segala budi baiknya selama kami sekolah.

 Singkat cerita, kabar kelulusan sudah kami ikuti dan puji Tuhan kami lulus 100%. Diantara kami ada yang lanjut ke perguruan tinggi dan ada juga yang tidak. Banyak hal membuat ada yang tidak lanjut, seperti keadaan ekonomi yang tidak memadai. Di antara kami yang tidak lanjut aku adalah salah satunya. Aku tidak lanjut karena kakaku masih di bangku kuliah. Aku tidak patah semangat akan keadaan ini, bagiku ini adalah sebuah pelajajaran untuk pendewasan diri. Suatu hari, ada seorang tamu di rumahku namanya pak Herman. Ia sedang bercakap-cakap dengan ayah disela perbincangan aku suguhkan kopi hangat untuk mereka. “Nak, kamu sedang libur?, tanya pak Herman. Aku hanya meresponya dengan senyuman.”Pak Herman, ia belum bisa lanjut karena kakanya masih kuliah juga dan rencananya ia kerja dahulu”, jawab ayah.” ohhh..”, gumam pak Herman.” oh.. iya, kebetulan saat ini keluarga saya yang di Labuan Bajo sedang membutuhkan seorang pembantu. Jika anak bapak bersedia, saya akan menghubungi mereka”, lanjut pak Herman. Aku sangat senang mendengar tawaran itu. Kedua orangtuaku mengizinkanku untuk menerima tawaran tersebut. Bagiku ini adalah sebuah rejeki lewat seorang tamu. Dua hari setelah tawaran itu, keluarga pak Herman yang bernama Pak stefanus menyuruh omenjemputku. Aku berpamitan dengan ayah juga ibu. Mereka memelukku dan meminta maaf karena tidak bisa menyekolahkanku. Aku pun menangis. Aku masuk mobil dan meninggalkan rumah.

 Sudah 2 tahun aku bekerja dan mendapatkan gaji 700.000/ Bulan. setelah saya banyak menabung uang aku membelikan Handphone untuk keperluanku dan untuk orangtuaku. Dua tahun di Labuan Bajo sangat membosankan, akhirnya aku memutuskan untuk pindah dan mencari kerja di Makassar. Di Makassar aku satu kos dengan kakakku dan membantunya membayar uang regis serta uang kos sisanya saya tabung. Di suatu senja aku merenung” Apakah aku tidak sekolah dan orangtuaku tidak berencana menyekolahkanku”, pikirku dalam hati. Untuk lebih jelas aku menelepon orangtuaku. “ Halo Ayah.. Apa Kabar? Kalian baik baik sajakan?”, tanyaku pada ayah.”Halo Nak, ayah dan ibumu sehat di sini. Bagaimana denganmu?”, tanya ayah.” Aku baik ayah”, jawabku. Lalu aku menceritakan apa yang aku inginkan. Namun, respon mereka sangat tidak sesuai apa yang saya harapkan. Aku sangat sedih. Kecewa. Tapi ya sudahlah mungkin ini yang terbaik untukku. Lalu aku mengakhiri pembicaraan sore itu. Waktu kian berlalu tidak ada pikiran tentang sekolah dalam bayanganku. Toh, itu adalah masa kelam tentang impianku. Aku lalui hidupku seperti biasannya. Suatu sore tidak seperti biasanya, kakaku memanggilku untuk hal penting yang ia ingin sampaikan. Dia menginformasikan saya akan kuliah tahun ini. Aku kaget mendengar berita itu. Cita cita yang sudah dikubur kini digali kembali. Ini adalah sebuah surprise bagiku. Aku sangat senang dan kini aku sudah punya harapan lagi. Kakakku bilang saya harus kuliah di Makassar saja. Namun, tidak sesuai dengan keiginanku. Ia menegaskan jika mau kuliah harus di sini saja kalau tidak aku tidak kuliah. Aku pun setuju dan mendaftarkan diri dengan jurusan Ekonomi. Kini aku sudah menjadi mahasiswa sama seperti temanku . Aku juga mahasiswa di STIE Thri Darma Makassar. Aku menjalani kehidupanku lain dari pada biasanya, karena aku harus kuliah sambil kerja. Itu adalah pilihan agar aku bisa sukses kelak nanti. Aku terus semangat dan bekerja keras agar orangtuaku bangga atas kesuksessanku. Terimakasih ayah dan ibu.


Editor: Deo Hironimus

Sahabat Penggerak Literasi SMA Negeri 2 Macang Pacar, Manggarai Barat, NTT.



Komentar

Postingan Populer