Ringkasan Buku Sekolah Kelas XI (SMA / MA) Bahasa Indonesia

 

Ringkasan Buku Sekolah    
Kelas XI (SMA / MA)  
Bahasa Indonesia

 

 

 https://hironimusdeo.blogspot.com 


SMAN 2 Macang Pacar

2021

 

Bab I

Menyusun Prosedur

 

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiWvlCrXtSnycykXhQiChOKTrHV6Pqz_DXxtgN3HSeTgDtQkz1Z3c-K1WoefSXVhXZ5KZAqfxnuR8csiASeUfgNqqH4EFds0oayeLdQxaMiugNEtsMxTxGMHYWs-VW45hTrbiZj5yb1cKfS/s320/PIC_0_img_132471552624199765.jpg

ilustrasi menyusun langkah-langkah

 

 

Dalam melakukan suatu kegiatan, pemahaman tahap-tahap dalam mengerjakannya sangat penting. Pelaksanaan setiap tahap tersebut menggambarkan proses berlangsungnya suatu kegiatan yang dilakukan seseorang. Apabila seseorang memahami cara melakukan suatu kegiatan, maka keberhasilan kegiatan tersebut sudah tergambar. Namun sebaliknya, apabila melakukan suatu kegiatan tetapi tidak memahami caranya atau prosedurnya, maka kemungkinan kegagalan akan lebih besar.

 

Teks prosedur dibentuk oleh ungkapan tentang tujuan, langkahlangkah, dan penegasan ulang.

1. Tujuan merupakan pengantar tentang topik yang akan dijelaskan dalam teks. 

2. Langkah-langkah berupa perincian petunjuk yang disarankan kepada pembaca terkait dengan topik yang ditentukan.

3. Penegasan ulang berupa harapan ataupun manfaat apabila petunjukpetunjuk itu dijalankan dengan baik.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEghFFJBx7FfAjZMIfPx0imfdtLuaH5DoQUAGezsHgFoQ0tbOvXMHHxDa54GJT1fh1FLeqwadlqTGMbAh9rkKibr7JbNzbq04o3inH9N6cuXCDkEomATFA6Sd6fPR4j8GF6U7K-1XXs0yJJ6/s320/PIC_1_img_132471555038248525.jpg

struktur teks prosedur

 

 

Pada umumnya, teks prosedur memiliki ciri-ciri kebahasaan sebagai berikut.

1. Banyak menggunakan kata-kata kerja perintah (imperatif). Kata kerja imperatif dibentuk oleh akhiran -kan, -i, dan partikel -lah.

 

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjSJ-la_-8wf_Xp47efORfeWgWGEyMvku-N8slRlGv3doP7T4vyGEEyvGD5d4bzFra4oflnWxDXbGGQsJ6QGmE4at0wAGC00hXU3HGY5osl2sEhc8ZTlK9EqDj9F2G_DfyhndSZlapF3V93/s320/PIC_2_img_132471555704711354.jpg

bentu kata kerja

 

2. Banyak menggunakan kata-kata teknis yang berkaitan dengan topik yang dibahasnya.

3. Banyak menggunakan konjungsi dan partikel yang bermakna penambahan.

4. Banyak menggunakan pernyataan persuasif.

5. Apabila prosedur itu berupa resep dan petunjuk penggunaan alat, akan digunakan gambaran terperinci tentang benda dan alat yang dipakai, termasuk ukuran, jumlah, dan warna.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgP5rk_thx7BzW9HFZe3pJ1o65WmDqlnHUR-rlIj0wKJ8C3KkesfKveXjhA6G0ZOTgS7WRXt4muUNXsT1Zohtl2CWk84AMkddry8iQJCUN37aQTEnSK_RK3TwjAQEaY5uPYI5sryv7wcYFd/s320/PIC_3_img_132471555907438237.jpg

kaidah kebahasaan teks prosedur

 

Menyusun Rancangan Garis Besar Suatu Prosedur

Dengan mengetahui struktur dan aspek kebahasaan teks prosedur, mudah bagi kita untuk memahami maksud teks tersebut. Sebuah teks prosedur haruslah jelas. Untuk memperoleh kejelasan itu, kita dapat melakukannya sebagai berikut.

 

1. Mengartikan Kata-kata Sulit 

Kata-kata yang dianggap sulit dapat kamu temukan maknanya melalui kamus. Arti kata yang berdasarkan kamus disebut dengan makna leksikal. Arti kata yang berdasarkan konteks kalimat disebut dengan makna struktural.

 

2. Memaknai Maksud Teks secara Keseluruhan 

Hal ini dilakukan untuk mengetahui topik umum beserta langkahlangkah yang ada di dalam suatu teks prosedur. Misalnya, teks tentang teknik berwawancara yang telah kamu pelajari sebelumnya. Topik umumnya adalah cara mengikuti suatu wawancara ketika melamar kerja.

Topik tersebut meliputi beberapa langkah yang isinya mengarahkan seorang pencari kerja dalam mengikuti tes wawancara sehingga ia diterima di suatu perusahaan.

Tema

Teks prosedur sekurang-kurangnya memiliki tiga macam, di antaranya adalah sebagai berikut.

1. Teks bertema kebiasaan hidup, misalnya kiat hidup sehat, kiat belajar menyenangkan, dan kiat sukses bertetangga.

2. Teks bertema aktivitas tertentu, misalnya cara membuat bolu kukus, cara menanam jagung hibrida, dan cara memelihara kucing.

3. Teks bertema penggunaan alat, misalnya cara penggunaan laptop, cara menghidupkan motor bekas, dan cara menggunakan pisau cukur.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Bab II Mempelajari Teks Eksplanasi

 

 

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEixRPPiGQ5q0GHVYa_mwLTnmMv3nqZhmu3hMq7RdwdOQmIWGM1mDsvWSlgetJEDKCTklxGeuhXyaoP0TUVHMYIhXkg-AinBxULjduWqWg-QMNv4kek92QdsTuFt95Qu1a_AFUWwgfDZCbk_/w400-h310/PIC_0_img_132471573868779204.jpg

 

Dalam teks eksplanasi, penulis menggunakan banyak fakta yang fungsinya sebagai penyebab atau akibat terjadinya suatu peristiwa. Bahkan, dapat dikatakan bahwa teks eksplanasi hampir semuanya berupa fakta.

 

Sebenarnya tidak ada perbedaan istilah antara struktur teks eksplanasi dengan bagian-bagian pokok teks eksplanasi. Kita ingat kembali ciri-ciri teks eksplanasi.

1. Strukturnya terdiri atas pernyataan umum (gambaran awal tentang apa yang disampaikan), deretan penjelas (inti penjelasan apa yang disampaikan), dan interpretasi (pandangan atau simpulan).

2. Memuat informasi berdasarkan fakta (faktual).

3. Faktualnya memuat informasi yang bersifat keilmuan, misalnya tentang sains.

Jadi, bagian-bagian teks eksplanasi adalah pernyataan umum, deretan penjelas, dan interpretasi.

 

Komentar dapat dikelompokkan ke dalam jenis berikut.

1. Kritik atau penolakan, 

2. Dukungan atau pujian

 

Struktur Teks Eksplanasi

Teks eksplanasi memiliki struktur baku sebagaimana halnya jenis teks lainnya. Sesuai dengan karakteristik umum dari isinya, teks eksplanasi dibentuk oleh bagian-bagian berikut.

1. Identifikasi fenomena (phenomenon identification), mengidentifikasi sesuatu yang akan diterangkan. Hal itu bisa terkait dengan fenomena alam, sosial, budaya, dan fenomena-fenomena lainnya.

2. Penggambaran rangkaian kejadian (explanation sequence), memerinci proses kejadian yang relevan dengan fenomena yang diterangkan sebagai pertanyaan atas bagaimana atau mengapa.

a. Rincian yang berpola atas pertanyaan “bagaimana” akan melahirkan uraian yang tersusun secara kronologis ataupun gradual. Dalam hal ini fase-fase kejadiannya disusun berdasarkan urutan waktu.

b. Rincian yang berpola atas pertanyaan “mengapa” akan melahirkan uraian yang tersusun secara kausalitas. Dalam hal ini fase-fase kejadiannya disusun berdasarkan hubungan sebab akibat.

3. Ulasan (review), berupa komentar atau penilaian tentang konsekuensi atas kejadian yang dipaparkan sebelumnya.

 

 

 

 

 

 

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjNgnkqE-PhSWYmGcJbtj7fuoSsMIfsULoiH90KocHTA8ab3khUMcv_HX17tbXschEIBeHaDq_TA9yWv_64CDytDbcFTiLyBzTrthiN5GRpesYg0zGoe4C_ouEkGkfBzVq20P8oJHGUzGgM/w400-h180/PIC_1_img_132471577270372456.jpg

Kebahasaan Teks Eksplanasi

Berdasarkan kaidah kebahasaan secara umum, teks eksplanasi sama dengan kaidah pada teks prosedur. Sebagai teks yang berkategori faktual (nonsastra), teks eksplanasi menggunakan banyak kata yang bermakna denotatif.

Sebagai teks yang berisi paparan proses, baik itu secara kausalitas maupun kronologis, teks tersebut menggunakan banyak konjungsi kausalitas ataupun kronologis.

a. Konjungsi kausalitas, antara lain, sebab, karena, oleh sebab itu, oleh karena itu, sehingga.

b. Konjungsi kronologis (hubungan waktu), seperti kemudian, lalu, setelah itu, pada akhirnya.

Teks eksplanasi yang berpola kronologis juga menggunakan banyak keterangan waktu pada kalimat-kalimatnya.

 

Berkenaan dengan kata ganti yang digunakannya, teks eksplanasi langsung merujuk pada jenis fenomena yang dijelaskannya, yang bukan berupa persona. Kata ganti yang digunakan untuk fenomenanya itu berupa kata benda, baik konkret maupun abstrak, seperti demonstrasi, banjir, gerhana, embrio, kesenian daerah; dan bukan kata ganti orang, seperti ia, dia, mereka. Karena objek yang dijelaskannya itu berupa fenomena, tidak berbentuk personal (nonhuman participation), dalam teks eksplanasi itu pun ditemukan banyak kata kerja pasif. Hal itu seperti kata-kata berikut: terlihat, terbagi, terwujud, terakhir, dimulai, ditimbun, dan dilahirkan.

 

Pola Pengembangan dalam Menulis Teks Eksplanasi

1. Pola Pengembangan Sebab Akibat

Pengembangan teks eksplanasi dapat menggunakan pola sebab akibat. Dalam hal ini sebab dapat bertindak sebagai gagasan umum, sedangkan akibat sebagai perincian pengembangannya. Namun demikian, dapat juga terbalik. Akibat dijadikan sebagai gagasan umum, maka perlu dikemukakan sejumlah sebab sebagai perinciannya.

 

2. Pola Pengembangan Proses Proses merupakan suatu urutan dari tindakan-tindakan atau perbuatan-perbuatan untuk menciptakan atau menghasilkan sesuatu atau perurutan dari suatu kejadian atau peristiwa. Untuk menyusun sebuah proses, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.

a. Mengetahui perincian-perincian secara menyeluruh.

b. Membagi proses tersebut menurut tahap-tahap kejadian.

c. Menjelaskan setiap urutan itu ke dalam detail-detail yang tegas sehingga pembaca dapat melihat seluruh proses itu dengan jelas.

 

 

 

 

 

 

 


Bab III

Mengelola Informasi dalam Ceramah

 

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiyym0aaepHfURWBWBhbDRH-Jh2WogRP38LxeWC_8beV22lsk_TIBgO5xrU_RBAr3ACJfj75HWOp_puHz3sPt5kjCcKfX0Wpn_iPgKozN8d_f4E1F-QKioJRoKJN6W396lsQID5M9nWgt1e/s320/PIC_2_img_132471987668792365.jpg

 

 

Ceramah adalah pembicaraan di depan umum yang berisi penyampaian suatu informasi, pengetahuan, dan sebagainya.

Yang menyampaikan adalah orang-orang yang menguasai di bidangnya dan yang mendengarkan biasanya melibatkan banyak orang. Medianya bisa langsung ataupun melalui sarana komunikasi, seperti televisi, radio, dan media lainnya.

Selain itu, ada pula yang disebut dengan pidato dan khotbah. Untuk memahami kedua hal tersebut, cermatilah perbedaan di antara keduanya.

1. Pidato adalah pembicaraan di depan umum yang cenderung bersifat persuasif, yakni berisi ajakan ataupun dorongan pada khalayak untuk berbuat sesuatu.

2. Khotbah adalah pembicaraan di depan umum yang berisi penyampaian pengetahuan keagamaan atau praktik beribadah dan ajakan-ajakan untuk memperkuat keimanan.

 

 

Jenis-jenis informasi dapat dikategorikan sebagai berikut.

1. Informasi berdasarkan fungsi yaitu informasi yang bergantung pada materi dan juga kegunaan informasi. Yang termasuk informasi jenis ini adalah informasi yang menambah pengetahuan, informasi yang mengajari pembaca (informasi edukatif), dan informasi yang hanya menyenangkan pembaca yang bersifat fiksional (khayalan). Informasi yang menambah pengetahuan, misalnya, tulisan tentang pergantian kurikulum. Informasi edukatif, misalnya, tulisan tentang teknik belajar yang jitu. Selanjutnya, informasi yang menyenangkan, misalnya, cerita pendek, karikatur, dan komik.

2. Informasi berdasarkan format penyajian yaitu informasi berdasarkan bentuk penyajian informasinya. Di media massa dikenal berbagai bentuk penyajian yaitu dalam bentuk tulisan, foto, kartun, ataupun karikatur. Dalam bentuk tulisan dikenal bentuk berita, artikel, karangan khas (feature), resensi, kolom, dan karya fiksi.

3. Informasi berdasarkan lokasi peristiwa yaitu informasi berdasarkan tempat kejadian peristiwa berlangsung. Dengan demikian, informasi dibagi menjadi informasi daerah, nasional, dan mancanegara.

4. Informasi berdasarkan bidang kehidupan yaitu informasi berdasarkan bidang-bidang kehidupan yang ada. Bidang-bidang yang biasanya dibedakan itu, misalnya pendidikan, olahraga, musik, sastra, budaya, dan iptek.

 

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh7A6AcCiOvQIk3wCHuiVXwilN8iLeSGAYDA4gXc1oX0MpEeSL7SBkv-UqMhBNWmjyqc0Q8MnFerH8yQVh4EsUrUuDMmMxqYS-esHs105FGhjV4m86jaPnXkY06ztQmHjuaLq2Si3dC_c-k/s320/PIC_3_img_132471989208463092.jpg

ragam informasi

 

 

5. Informasi berdasarkan bidang kepentingan yaitu dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu sebagai berikut.

a. Informasi yang menyangkut keselamatan atau kelangsungan hidup pembaca.

b. Informasi yang menyangkut perubahan dan berpengaruh pada kehidupan pembaca.

c. Informasi tentang cara atau kiat baru dan praktis bagi pembaca untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

d. Informasi tentang peluang bagi pembaca untuk memperoleh sesuatu.

 

Penting atau tidaknya suatu uraian dapat pula berdasarkan kebermanfaatannya. Apabila bagian itu dianggap bermanfaat atau sangat perlu diketahui, maka bagian itulah yang penting. 

Kalimat Majemuk Bertingkat

Kalimat majemuk bertingkat terbagi ke dalam beberapa jenis, antara lain sebagai berikut.

1. Kalimat majemuk hubungan akibat, ditandai oleh kata penghubung sehingga, sampai-sampai, maka.

Contoh: a. Ia terlalu bekerja keras sehingga jatuh sakit.

b. Penjelasan diberikan seminggu sekali sehingga anak-anak dapat mengerjakan tugas-tugas mereka dengan teratur.

2. Kalimat majemuk hubungan cara, ditandai oleh kata penghubung dengan.

Contoh: 

a. Kejelasan PSMS Medan berhasil mempertahankan kemenangannya dengan memperkokoh pertahanan mereka.

b. Dengan cara menggendongnya, anak itu ia bawa ke rumah orang tuanya.

c. Pemburu itu menunggu di atas bukit dengan jari telunjuknya melekat pada pelatuk senjatanya.

3. Kalimat majemuk hubungan sangkalan, ditandai oleh konjungsi seolaholah, seakan-akan.

Contoh: 

a. Keadaan di dalam kota kelihatan tenang, seolah-olah tidak ada suatu apa pun yang terjadi.

b. Dia diam saja seakan-akan dia tidak mengetahui persoalan yang terjadi.

c. Ia pun menghapus wajahnya seakan mau melenyapkan pikirannya yang risau itu.

4. Kalimat majemuk hubungan kenyataan, ditandai oleh konjungsi padahal, sedangkan.

Contoh: 

a. Pura-pura tidak tahu padahal dia tahu banyak.

b. Para tamu sudah siap, sedangkan kita belum siap.

5. Kalimat majemuk hasil, ditandai oleh konjungsi makanya.

Contoh: 

a. Tempat ini licin, makanya Anda jatuh.

b. Yang datang berwajah seram, makanya saya lari ketakutan.

6. Kalimat majemuk hubungan penjelasan, ditandai oleh kata penghubung bahwa, yaitu.

Contoh: 

a. Berkas riwayat hidupnya menunjukkan bahwa dia adalah seorang pelajar teladan.

b. Kebun ini telah dibersihkan ayah, yaitu dengan memangkas dan menebang belukar yang tumbuh di sekitarnya.

c. Peristiwa tersebut menggambarkan bahwa ada dua kelompok siswa yang memiliki sikap berbahasa yang berbeda di sekolah tersebut.

7. Kalimat majemuk hubungan atributif, ditandai oleh konjungsi yang.

Contoh: 

a. Pamannya yang tinggal di Bogor itu, sedang dirawat di rumah sakit.

b. Istrinya yang datang bersama dia itu, seorang insinyur.

c. Laki-laki yang berbaju putih itu adalah kakekku dari Ibu.

d. Kelompok pertama adalah mereka yang kurang memiliki keperdulian terhadap penggunaan bahasa yang baik dan benar.

e. Hal ini tampak pada ragam bahasa yang mereka gunakan yang menurut sindiran siswa kelompok kedua sebagai ragam bahasa Kampung Rambutan.

 

Struktur dalam Teks Ceramah

Teks ceramah memiliki bagian-bagian tertentu, yang meliputi bagian pembuka, isi, dan penutup.

1. Pembuka Berupa pengenalan isu, masalah, ataupun pandangan pembicara tentang topik yang akan dibahasnya. Bagian ini sama dengan isi dalam teks eksposisi, yang disebut dengan isu.

2. Isi Berupa rangkaian argumen pembicara berkaitan dengan pendahuluan atau tesis. Pada bagian ini dikemukakan pula sejumlah fakta yang memperkuat argumen-argumen pembicara.

3. Penutup Berupa penegasan kembali atas pernyataan-pernyataan sebelumnya.

 

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj0D276i7NklOzUfPntqSSxtcVuqQA-vn2mzGSnZ6O1Q901grNy-1vT7MDVoT2WHStSdpY1cTanY-IV9aFvdLQFqQpWFMYRUjHpvzu7RjKSiBjf56XNIN3DpuUV2JjjhOBicx61ZnJ9_T9U/s320/PIC_4_img_132471991105988720.jpg

struktur ceramah

Adapun langkah-langkah penyusunannya dimulai dengan menentukan topik dan tujuan, menyusun kerangka ceramah, menyusun teks ceramah berdasarkan kerangka dengan menggunakan kalimat yang mudah dipahami, hingga menyunting teks ceramah.



 


Bab IV

Meneladani Kehidupan dari Cerita Pendek

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhaFT0_XDTBJ1eRzkESokV-YQMXqSa8Sw_sVa6iH1ccNQrSJKpGtKhe2sm4d-pvJdKH8iGOFD-CwjcKjxg0ShJ83VzCOQA94rQU5viifdgjuZ8HF3M2PF6HZy-qJnHaYHxhgH6EJCm9N8Vf/s320/PIC_5_img_132471992629822368.jpg

membaca cerpen

 

 

Cerita pendek merupakan salah satu karya sastra yang memusatkan diri pada satu tokoh dalam satu situasi. Dalam cerita pendek, kita akan banyak menemukan berbagai karakter tokoh, baik protagonis maupun antagonis.

Keduanya merupakan cerminan nyata dari kehidupan di dunia. Namun, dari karakter tokoh tersebut kita dapat menemukan nilai-nilai kehidupan, yaitu perbuatan baik yang harus kita tiru dan perbuatan buruk yang harus kita jauhi.

Sesuai dengan namanya, cerita pendek (cerpen) adalah cerita yang menurut wujud fisiknya berbentuk pendek. Ukuran panjang pendeknya suatu cerita memang relatif. Namun, pada umumnya cerita pendek merupakan cerita yang habis dibaca sekitar sepuluh menit atau setengah jam. Jumlah katanya sekitar 500 – 5.000 kata. Olek karena itu, cerita pendek sering diungkapkan dengan “cerita yang dapat dibaca dalam sekali duduk”.

Isi Cerpen

Untuk memahami isi suatu cerpen, termasuk nilai-nilai yang ada di dalamnya, kita sebaiknya mengawalinya dengan sejumlah pertanyaan.

Dengan demikian, pemahaman kita terhadap cerpen itu akan lebih terfokus dan lebih mendalam. Pertanyaan-pertanyaan itu dapat dikelompokkan yakni mulai dari pemahaman literal, interpretatif, intergratif, kritis, dan kreatif. Untuk itu, kita pun dapat mengujinya dengan sejumlah pertanyaan seperti berikut.

1. Pertanyaan literal 

a. Di mana dan kapan cerita itu terjadi? 

b. Siapa saja tokoh cerita itu?

2. Pertanyaan interpretatif? 

a. Apa maksud tersembunyi di balik pernyataan tokoh A? 

b. Bagaimana makna lugas dari perkataan tokoh B?

3. Pertanyaan integratif 

a. Bercerita tentang apakah cerpen di atas? 

b. Apa pesan moral yang hendak disampaikan pengarang dari cerpennya itu?

4. Pertanyaan kritis 

a. Ditinjau dari sudut pandang agama, bolehlah tokoh C berbohong pada tokoh A? 

b. Apa kelebihan dan kelemahan cerpen itu berdasarkan aspek kebahasaan yang digunakannya?

5. Pertanyaan kreatif 

a. Bagaimana sikapmu apabila berposisi sebagai tokoh A dalam cerpen itu? 

b. Bagaimana kira-kira kelanjutan cerpen itu seandainya tokoh utamanya tidak dimatikan pengarang?

Interpretasi

Setiap pengarang akan menginterpretasikan atau menafsirkan kehidupan berdasarkan sudut pandangannya sendiri. Tema tentang cinta, misalnya. Karena masing-masing pengarang memiliki interpretasi ataupun penafsiran yang berbeda-beda, ceritanyapun menjadi berbeda-beda antara pengarang yang satu dengan yang lainnya. Cerita itu tetap menarik sepanjang zaman karena diungkapkan dengan berbagai cara oleh para pengarangnya. Hal itu pula yang menyebabkan cerita itu menjadi bermakna bagi khalayak; mereka tidak pernah bosan untuk selalu menikmatinya

Unsur-unsur Pembangun Cerita Pendek

Seperti halnya jenis teks lainnya, cerita pendek dibentuk oleh sejumlah unsur. Adapun unsur yang berada langsung di dalam isi teksnya, dinamakan dengan unsur intrinsik, yang meliputi tema, amanat, alur, penokohan, dan latar.

a. Tema Tema adalah gagasan yang menjalin struktur isi cerita. Tema suatu cerita menyangkut segala persoalan, baik itu berupa masalah kemanusiaan, kekuasaan, kasih sayang, kecemburuan, dan sebagainya.

b. Amanat Amanat merupakan ajaran atau pesan yang hendak disampaikan pengarang. 

c. Penokohan Penokohan merupakan cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita. 

d. Alur Alur merupakan pola pengembangan cerita yang terbentuk oleh hubungan sebab akibat ataupun bersifat kronologis.

e. Latar Latar atau setting meliputi tempat, waktu, dan budaya yang digunakan dalam suatu cerita. Latar dalam suatu cerita bisa bersifat faktual atau bisa pula yang imajinatif.

f. Gaya Bahasa Dalam cerita, penggunaan bahasa berfungsi untuk menciptakan suatu nada atau suasana persuasif serta merumuskan dialog yang mampu memperlihatkan hubungan dan interaksi antara sesama tokoh.

 Struktur dan Kaidah

Stuktur cerpen merupakan rangkaian cerita yang membentuk cerpen itu sendiri. Dengan demikian, struktur cerpen tidak lain berupa unsur yang berupa alur, yakni berupa jalinan cerita yang terbentuk oleh hubungan sebab akibat ataupun secara kronologis. Secara umum jalan cerita terbagi ke dalam bagian-bagian berikut.

1. Pengenalan situasi cerita (exposition, orientation) Dalam bagian ini, pengarang memperkenalkan para tokoh, menata adegan dan hubungan antartokoh.

2. Pengungkapan peristiwa (complication) Dalam bagian ini disajikan peristiwa awal yang menimbulkan berbagai masalah, pertentangan, ataupun kesukaran-kesukaran bagi para tokohnya.

3. Menuju pada adanya konflik (rising action) Terjadi peningkatan perhatian kegembiraan, kehebohan, ataupun keterlibatan berbagi situasi yang menyebabkan bertambahnya kesukaran tokoh.

4. Puncak konflik (turning point) Bagian ini disebut pula sebagai klimaks. Inilah bagian cerita yang paling besar dan mendebarkan. Pada bagian pula, ditentukannya perubahan nasib beberapa tokohnya. Misalnya, apakah dia kemudian berhasil menyelesaikan masalahnya atau gagal.

5. Penyelesaian (ending atau coda) Sebagai akhir cerita, pada bagian ini berisi penjelasan tentang sikap ataupun nasib-nasib yang dialami tokohnya setelah mengalami peristiwa puncak itu. Namun ada pula, cerpen yang penyelesaian akhir ceritanya itu diserahkan kepada imaji pembaca. Jadi, akhir ceritanya itu dibiarkan menggantung, tanpa ada penyelesaian.

 

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiDB9w_6YRNZLts4_6Z8OtrvgYQMVrpCruscZ-3fNbpiPKou1-Bq2vnt7T0-Fv7eZ3elExoCZ2OuXRSvC4CKQn9O4A-Dlof2bRBTgxLjZor6Cqt08G-bOqZxL_jzLbfQPiVgWQUnwzGmNAM/s320/PIC_6_img_132471996788395259.jpg

alur cerpen

 

Cerpen tergolong ke dalam jenis teks fiksi naratif. Dengan demikian, terdapat pihak yang berperan sebagai tukang cerita (pengarang). Terdapat beberapa kemungkinan posisi pengarang di dalam menyampaikan ceritanya, yakni sebagai berikut.

1. Berperan langsung sebagai orang pertama, sebagai tokoh yang terlibat dalam cerita yang bersangkutan. Dalam hal ini pengarang menggunakan kata orang pertama dalam menyampaikan ceritanya, misalnya aku, saya, kami.

2. Berperan sebagai orang ketiga, berperan sebagai pengamat. Ia tidak terlibat di dalam cerita. Pengarang menggunakan kata dia untuk tokohtokohnya.

 

 

 

Cerpen juga memiliki ciri-ciri kebahasaan seperti berikut.

1. Banyak menggunakan kalimat bermakna lampau, yang ditandai oleh fungsi-fungsi keterangan yang bermakna kelampauan, seperti ketika itu, beberapa tahun yang lalu, telah terjadi.

2. Banyak menggunakan kata yang menyatakan urutan waktu (konjungsi kronologis). Contoh: sejak saat itu, setelah itu, mula-mula, kemudian.

3. Banyak menggunakan kata kerja yang menggambarkan suatu peristiwa yang terjadi, seperti menyuruh, membersihkan, menawari, melompat, menghindar.

4. Banyak menggunakan kata kerja yang menunjukkan kalimat tak langsung sebagai cara menceritakan tuturan seorang tokoh oleh pengarang. Contoh: mengatakan bahwa, menceritakan tentang, mengungkapkan, menanyakan, menyatakan, menuturkan.

5. Banyak menggunakan kata kerja yang menyatakan sesuatu yang dipikirkan atau dirasakan oleh tokoh. Contoh: merasakan, menginginkan, mengarapkan, mendambakan, mengalami.

6. Menggunakan banyak dialog. Hal ini ditunjukkan oleh tanda petik ganda (“….”) dan kata kerja yang menunjukkan tuturan langsung.

Contoh: a. Alam berkata, “Jangan diam saja, segera temui orang itu!” b. “Di mana keberadaan temanmu sekarang?” tanya Ani pada temannya.

c. “Tidak. Sekali saya bilang, tidak!” teriak Lani.

7. Menggunakan kata-kata sifat (descriptive language) untuk menggambarkan tokoh, tempat, atau suasana.

Contoh: Segala sesuatu tampak berada dalam kendali sekarang: Bahkan, kamarnya sekarang sangat rapi dan bersih. Segalanya tampak tepat berada di tempatnya sekarang, teratur rapi dan tertata dengan baik. Ia adalah juru masak terbaik yang pernah dilihatnya, ahli dalam membuat ragam makanan Timur dan Barat ‘yang sangat sedap’. Ayahnya telah menjadi pencandu beratnya.

 

 

 


Bab V

Mempersiapkan Proposal

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhgNx93aSlNvGZ8faeE87hb_j26A_sVUijj8JPVBMxVZbnKKMhjllUAFtx1d526GagP39aE3amwXoMHS-mwln5QeoZcF2t-cg88aeLOCasoGUqRnQzpALZoQaH65XXJDkdAYNyB1rYqpE0K/s320/PIC_7_img_132471997932628181.jpg

 

Pernahkah kamu membuat proposal? Biasanya, proposal digunakan sebagai pengajuan, permohonan, atau penawaran. Dengan adanya proposal, kegiatan yang kita rencanakan bisa terlaksana dengan baik sebab kita akan mendapat beberapa keuntungan, misalnya mendapat izin pelaksanaan kegiatan dan mendapat bantuan dana.

Struktur penulisan proposal 

Struktur penulisan proposal dapat bermacam-macam. Hal ini bergantung pada jenis kegiatan yang diusulkannya. Dalam beberapa aspek, proposal penelitian memiliki beberapa perbedaan dengan proposal kegiatan kemasyarakatan. Namun, secara umum berikut bagian-bagian yang sebaiknya ada di dalam proposal tersebut.

1. Latar Belakang

2. Masalah dan Tujuan

3. Ruang Lingkup Kegiatan

4. Kerangka Teoretis dan Hipotesis

5. Metode

6. Pelaksana Kegiatan

7. Fasilitas

8. Keuntungan dan Kerugian

9. Lama Waktu

10. Pembiayaan

 

sistematika proposal umum

1. Latar Belakang

2. Masalah dan Tujuan 

a. Masalah 

b. Tujuan

3. Ruang Lingkup Kegiatan 

a. Objek 

b. Jenis-Jenis kegiatan

4. Kerangka Teoretis dan Hipotesis 

a. Kerangka teoretis 

b. Hipotesis

5. Metode

6. Pelaksana Kegiatan 

a. Penanggung jawab 

b. Susunan personalia

7. Fasilitas yang Tersedia 

a. Sarana 

b. Peralatan

8. Keuntungan dan Kerugian 

a. Keuntungan-Keuntungan 

b. Kemungkinan kerugian

9. Lama Waktu dan Tempat Pelaksanaan 

a. Waktu 

b. Tempat 

10. Anggaran Biaya 

11. Daftar Pustaka 

12. Lampiran-Lampiran

Sistematika penulisan proposal penelitian

1. Latar Belakang Masalah

2. Perumusan Masalah

3. Tujuan Penelitian

4. Manfaat Penelitian

5. Landasan Teori

6. Metode Penelitian

7. Kerangka Penulisan Laporan

Kaidah Kebahasaan

Beberapa kaidah kebahasaan yang menandai sebuah proposal tampak di dalamnya. Di dalam tersebut terdapat pernyataan-pernyataan yang bersifat argumentatif. 

Selain pernyataan-pernyataan argumentatif, di dalamnya terdapat pernyataan-pernyataan yang bersifat persuasif. Hal ini dimaksudkan untuk menggugah penerima proposal untuk menerima ajuan itu. 

 

Fitur-fitur kebahasaan lainnya yang menjadi penanda proposal adalah sebagai berikut.

1. Menggunakan banyak istilah ilmiah, baik berkenaan dengan kegiatan itu sendiri ataupun tentang istilah-istilah berkaitan dengan bidang keilmuannya.

Istilah Kegiatan (Penelitian) Istilah Keilmuan (Pendidikan) abstrak analisis data hipotesis instrumen latar belakang metode penelitian pengolahan data penelitian lapangan pengumpulan data populasi sampel teknik penelitian afektif buku pelajaran kompetensi kurikulum materi pengajaran media belajar minat baca pembelajaran peserta didik psikologis sekolah

2. Menggunakan banyak kata kerja tindakan yang menyatakan langkah-langkah kegiatan (metode penelitian). Kata-kata yang dimaksud, misalnya, berlatih, membaca, mengisi, mencampurkan, mendokumentasikan, mengamati, melakukan.

3. Menggunakan kata-kata yang menyatakan pendefinisan, yang ditandai oleh penggunaan kata merupakan, adalah, yaitu, yakni.

4. Menggunakan kata-kata yang bermakna perincian, seperti selain itu, petama, kedua, ketiga.

5. Menggunakan kata-kata yang bersifat “keakanan”, seperti akan, diharapkan, direncakan. Hal itu sesuai dengan sifat proposal itu sendiri sebagai suatu usulan, rencana, atau rancangan program kegiatan.

6. Menggunakan kata-kata bermakna lugas (denotatif). Hal ini penting guna menghindari kesalahan pemahaman antara pihak pengusul dengan pihak tertuju/penerima proposal.

Atribut Proposal

1. Lengkap, 

2. Jelas, 

3. Menarik, 

 

 


Bab VI

Merancang Karya Ilmiah

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh6f_pcKHbbdiSV0je3re6qJufjS1reiymIPHFQMJUYwJ6j2nPv_TeiCPB63yBDDX7eV3e_0l-cgtzebvv3rJxPoFkqhf1DKcavQpvIn5gcae0BMNx1Cx6cbkZ_RXdek9ePDYtJwnX-d58Z/s320/PIC_8_img_132472004550710107.jpg

 

 

Secara umum, bentuk penyajian karya ilmiah terbagi ke dalam tiga jenis, yaitu bentuk populer, bentuk semiformal, dan bentuk formal.

1. Bentuk Populer Karya ilmiah bentuk ini sering disebut karya ilmiah populer.

Bentuknya manasuka. Karya ilmiah bentuk ini bisa diungkapkan dalam bentuk karya ringkas. Ragam bahasanya bersifat santai (populer). Karya ilmiah populer umumnya dijumpai dalam media massa, seperti koran atau majalah. 

2. Bentuk Semiformal Secara garis besar, karya ilmiah bentuk ini terdiri atas: a. halaman judul, b. kata pengantar, c. daftar isi, d. pendahuluan, e. pembahasan, f. simpulan, dan g. daftar pustaka.

Bentuk karya ilmiah semacam itu, umumnya digunakan dalam berbagai jenis laporan biasa dan makalah.

3. Bentuk Formal Karya ilmiah bentuk formal disusun dengan memenuhi unsur-unsur kelengkapan akademis secara lengkap, seperti dalam skripsi, tesis, atau disertasi. Unsur-unsur karya ilmiah bentuk formal, meliputi hal-hal sebagai berikut.

a. Judul b. Tim pembimbing c. Kata pengantar d. Abstrak e. Daftar isi f. Bab Pendahuluan g. Bab Telaah kepustakaan/kerangka teoretis h. Bab Metode penelitian i. Bab Pembahasan hasil penelitian j. Bab Simpulan dan rekomendasi k. Daftar pustaka l. Lampiran-lampiran m. Riwayat hidup

 

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh90ZTofSS590p2nJwdCbhJyp2nCoL6O4O0YCIFxBXKffW2dyssNhskyRJj1sX_aG_z74N8x4K4Yon2PeLhMHVCj-WOXvX3ogad8cSS5ag1UQj9fguHeKG89kSPPxKudrXp974Ht0urUme_/s320/PIC_9_img_132472006300306276.jpg

bentuk penyajian

 

 

Beberapa bagian penting dari struktur karya ilmiah diuraikan sebagai berikut.

1. Judul Judul dalam karya ilmiah dirumuskan dalam satu frasa yang jelas dan lengkap. Judul mencerminkan hubungan antarvariabel.

Istilah hubungan di sini tidak selalu mempunyai makna korelasional, kausalitas, ataupun determinatif. Judul juga mencerminkan dan konsistensi dengan ruang lingkup penelitian, tujuan penelitian, subjek penelitian, dan metode penelitian.

2. Pendahuluan Pada karya ilmiah formal, bagian pendahuluan mencakup latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat atau kegunaan penelitian. 

3. Kerangka Teoretis Kerangka teoretis disebut juga kajian pustaka atau teori landasan.

4. Metodologi Penelitian Dalam karya tulis yang merupakan hasil penelitian, perlu dicantumkan pula bagian yang disebut dengan metode penelitian.

5. Pembahasan Bagian ini berisi paparan tentang isi pokok karya ilmiah, terkait dengan rumusan masalah/tujuan penulisan yang dikemukakan pada bab pendahuluan. 

6. Simpulan dan Saran Simpulan merupakan pemaknaan kembali atau sebagai sintesis dari keseluruhan unsur penulisan karya ilmiah. 

7. Daftar Pustaka Daftar pustaka memuat semua kepustakaan yang digunakan sebagai landasan dalam karya ilmiah yang terdapat dari sumber tertulis, baik itu yang berupa buku, artikel jurnal, dokumen resmi, maupun sumbersumber lain dari internet. 

 

Karya ilmiah menyajikan masalah-masalah yang objektif dan faktual.

1. Sistematis, susunan teks itu teratur dengan pola yang baku. Dimulai dengan pendahuluan, diikuti dengan pembahasan, dan diakhiri dengan simpulan.

2. Logis, isinya dapat dipahami dan dibenarkan oleh akal sehat; antara lain, didasari oleh hubungan sebab akibat.

3. Objektif (impersonal), pernyataan-pernyataannya didasarkan pandangan umum; tidak didasari pandangan pribadi penulisnya semata.

4. Faktual, kebenaran di dalamnya didasarkan kenyataan yang sesungguhnya; tidak imajinatif.

 

Kebahasaan Karya Ilmiah 

Objektivitas suatu karya ilmiah, antara lain, ditandai oleh pilihan kata yang bersifat impersonal. Hal ini berbeda dengan teks lain yang bersifat nonilmiah, semacam novel ataupun cerpen yang pengarangnya bisa ber-aku, kamu, dan dia. Kata ganti yang digunakan dalam karya ilmiah harus bersifat umum, misalnya penulis atau peneliti.

Karya ilmiah memerlukan kelugasan dalam pembahasannya. Karya ilmiah menghindari penggunaan kata dan kalimat yang bermakna ganda.

Ragam bahasa yang digunakan karya ilmiah harus lugas dan bermakna denotatif. 

Makna denotasi adalah makna kata yang tidak mengalami perubahan, sesuai dengan konsep asalnya. Makna denotasi disebut juga makna lugas.

Kata itu tidak mengalami penambahan-penambahan makna. Adapun makna konotasi adalah makna yang telah mengalami penambahan.

Tambahan-tambahan itu berdasarkan perasaan atau pikiran seseorang terhadap suatu hal.


Bab VII

Menilai Karya Melalui Resensi

 

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEibRD4pNaKtfXcgNRv43L8x6mSXpfHu92ecYJEzRfLzAXDtFb_MRwb32kjZz73QAh9ASwm2Oc8mxM1s2JvPy6ilSyjaEs0xJ1gHUReVVV-SwkvrTwOjbDXdeidOX6VXDnqpmTcLPs7smFxE/s320/PIC_14_img_132472049471608032.jpg

 

 

Resensi adalah ulasan atau penilaian atau pembicaraan mengenai suatu karya baik itu buku, film, atau karya lain. Tugas penulis resensi adalah memberikan gambaran kepada pembaca mengenai suatu karya apakah layak dibaca atau tidak.

Hal-hal yang dapat ditanggapi dalam resensi ialah kualitas isi, penampilan, unsur-unsur, bahasa, dan manfaat bagi pembaca. Unsurunsur atau sistematika yang terdapat dalam resensi di antaranya sebagai berikut.

1. Judul resensi

2. Identitas buku yang diresensi

3. Pendahuluan (memperkenalkan pengarang, tujuan pengarang buku, dan lain-lain)

4. Inti/isi resensi

5. Keunggulan buku

6. Kekurangan buku

7. Penutup

Isi Informasi Buku yang Diresensi

Berdasarkan objek karyanya, resensi terdiri atas bermacam-macam jenis. Seperti yang terdapat di dalam contoh di atas, ada resensi untuk novel; ada pula yang berupa kumpulan cerpen. Berdasarkan objek tanggapannya, ada pula yang berupa film, drama, lagu, buku ilmu pengetahuan, lukisan, dan karya-karya lainnya.

Kebahasaan dalam Teks Resensi

1. Banyak menggunakan konjungsi penerang, seperti bahwa, yakni, yaitu.

2. Banyak menggunakan konjungsi temporal: sejak, semenjak, kemudian, akhirnya.

3. Banyak menggunakan konjungsi penyebababan: karena, sebab.

4. Menggunakan pernyataan-pernyataan yang berupa saran atau rekomendasi pada bagian akhir teks. Hal ini ditandai oleh kata jangan, harus, hendaknya,

 

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgSlyP_EAUGV_WFTLvSvoP0HnlJHckBjsyZB2T0581a8LX78m9ZnIK3GpuWOc-Jq1dL5mfvdzsv1D_c0OZjzX2jrmIFJeUVMmT9BTCxpO7FYylrnHvRw-rD1gWu44yL2jkZz0Mny5cmLUWg/s320/PIC_10_img_132472013567821128.jpg

 

 

 

 

 

 

Pemerintah telah menetapkan beberapa peraturan berkaitan dengan penulisan unsur serapan itu. Secara umum peraturan-peraturan itu adalah sebagai berikut.

1. Satu bunyi dilambangkan dengan satu huruf, terkecuali untuk bunyi ng, ny, sy, kh yang diwakili oleh dua huruf. Contoh: kromosom bukan khromosom, foto bukan photo, retorika bukan rhetorika, dan tema bukan thema.

2. Penulisan kata serapan harus sesuai dengan cara pengucapan yang berlaku dalam bahasa Indonesia. Misalnya: cek bukan check, tim bukan team, taksi bukan taxi, dan aki bukan accu.

3. Penulisan kata serapan diusahakan untuk tidak jauh berbeda dengan kata aslinya. Contoh: aerob (Inggris: aerobe) bukan erob, hidraulik (Inggris: hydraulic) bukan hidrolik, sistem (Inggris: system) bukan sistim, frekuensi (Inggris: frequency) bukan frekwensi

 

Menulis Resensi dari Buku Kumpulan Cerita

Menulis resensi tidaklah mudah. Untuk melakukan kegiatan ini diperlukan beberapa persyaratan. Berikut persyaratan tersebut.

1. Penulis harus memiliki pengetahuan di bidangnya. Artinya, jika seorang penulis akan meresensi sebuah novel, maka ia harus memiliki pengetahuan tentang teori novel dan perkembangannya.

2. Penulis harus memiliki kemampuan menganalisis. Sebuah buku novel terdiri atas unsur internal dan eksternal atau yang lebih dikenal dengan unsur intrinsik dan ekstrinsik. Seorang penulis harus mampu menggali unsur-unsur tersebut.

3. Seorang penulis juga dituntut memiliki pengetahuan dalam acuan yang sebanding. Artinya, penulis akan membandingkan sebuah karya lain yang sejenis. Dengan demikian, ia akan mampu menemukan kelemahan dan keunggulan sebuah karya.

 

 

 

 

 

Bab VIII

Bermain Drama

 

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi4Iwao4Ct7oyhpbAnYOFmvQDK87ix2k8YBfAt7reUoJ1dUXLGUiY3ROeDnTnWPp7ndSuFXuPNh_Z9lbiEzhYx4uLjZFGKnXzTnVWwzqG2M9JYADx4U0rfu9yiF4D5A8hbZ2O0kTO_ZRPxQ/s320/PIC_11_img_132472015095417632.jpg

ilustrasi drama

 

 

 

Sebagaimana jenis teks lainnya, drama terdiri atas bagian-bagian yang tersusun secara sistematis. Susunan bagian-bagian drama tersebut sebenarnya merupakan salah unsur drama pula, yakni yang biasa disebut dengan alur.

Seperti juga bentuk-bentuk sastra lainnya, sebuah cerita drama pun harus bergerak dari suatu permulaan, melalui suatu bagian tengah, menuju suatu akhir. Ketiga bagian itu diapit oleh dua bagian penting lainnya, yakni prolog dan epilog.

1. Prolog adalah kata-kata pembuka, pengantar, ataupun latar belakang cerita, yang biasanya disampaikan oleh dalang atau tokoh tertentu.

2. Epilog adalah kata-kata penutup yang berisi simpulan ataupun amanat tentang isi keseluruhan dialog. Bagian ini pun biasanya disampaikan oleh dalang atau tokoh tertentu.

 

Selain kedua hal di atas, dalam drama terdapat dialog. Dialog dalam drama meliputi bagian orientasi, komplikasi, dan resolusi (denouement).

Bagian-bagian itu terbagi dalam babak-babak dan adegan-adegan. Satu babak biasanya mewakili satu peristiwa besar dalam dialog yang ditandai oleh suatu perubahan atau perkembangan peristiwa yang dialami tokoh utamanya. Adapun adegan hanya melingkup satu pilahan-pilahan dialog antara beberapa tokoh.

 

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh1UTcCuVIuyZFf93tFgMy_TKBueADIO-O0E9Zm8bubaoxvalZpu6JZ632VlZLl0uejsWg0ZVNjUz4iRFS92puIx7TsZfVpEy5KWY7IIyzW9Uk71CtqDali90StAIgOwrusn5OP2qnYJQmA/s320/PIC_12_img_132472015642644703.jpg

struktur drama

 

 

Drama  berasal dari bahasa Yunani draomai yang berarti ‘berbuat, berlaku, bertindak, beraksi, dan sebagainya’. Drama berarti ‘perbuatan, tindakan atau action’. Drama dapat pula diartikan sebagai sebuah lakon atau cerita berupa kisah kehidupan dalam dialog dan lakuan tokoh yang berisi konflik.

Bentuk Drama

Terdapat beberapa bentuk drama, di antaranya, adalah sebagai berikut.

1. Berdasarkan bentuk sastra cakapannya a. Drama puisi, yaitu drama yang sebagian besar cakapannya disusun dalam bentuk puisi atau menggunakan unsur-unsur puisi.

b. Drama prosa, yaitu drama yang cakapannya disusun dalam bentuk prosa.

2. Berdasarkan sajian isinya a. Tragedi (drama duka), yaitu drama yang menampilkan tokoh yang sedih atau muram, yang terlibat dalam situasi gawat karena sesuatu yang tidak menguntungkan. Keadaan tersebut mengantarkan tokoh pada keputusasaan dan kehancuran. Dapat juga berarti drama serius yang melukiskan pertikaian di antara tokoh utama dan kekuatan yang luar biasa, yang berakhir dengan malapetaka atau kesedihan.

b. Komedi (drama ria), yaitu drama ringan yang bersifat menghibur, walaupun selorohan, di dalamnya dapat bersifat menyindir, dan yang berakhir dengan bahagia.

c. Tragikomedi (drama dukaria), yaitu drama yang sebenarnya menggunakan alur dukacita tetapi berakhir dengan kebahagiaan.

3. Berdasarkan kuantitas cakapannya a. Pantomim, yaitu drama tanpa kata-kata b. Minikata, yaitu drama yang menggunakan sedikit sekali kata-kata.

c. Dialog-monolog, yaitu drama yang menggunakan banyak katakata.

4. Berdasarkan besarnya pengaruh unsur seni lainnya a. Opera, yaitu drama yang menonjolkan seni suara atau musik.

b. Sendratari, yaitu drama yang menonjolkan seni drama dan tari.

c. Tablo, yaitu drama tanpa gerak atau dialog.

5. Bentuk-bentuk lain 

a. Drama absurd, yaitu drama yang sengaja mengabaikan atau melanggar konversi alur, penokohan, dan tematik.

b. Drama baca, naskah drama yang hanya cocok untuk dibaca, bukan dipentaskan.

c. Drama borjuis, drama yang bertema tentang kehidupan kaum bangsawan (muncul abad ke-18).

d. Drama domestik, drama yang menceritakan kehidupan rakyat biasa.

e. Drama duka, yaitu drama yang khusus menggambarkan kejahatan atau keruntuhan tokoh utama.

f. Drama liturgis, yaitu drama yang pementasannya digabungkan dengan upacara kebaktian gereja (di Abad Pertengahan).

g. Drama satu babak, yaitu lakon yang terdiri atas satu babak, berpusat pada satu tema dengan sejumlah kecil pemeran gaya, latar, serta pengaluran yang ringkas.

h. Drama rakyat, yaitu drama yang timbul dan berkembang sesuai dengan festival rakyat yang ada (terutama di perdesaan).

 

 

Unsur-unsur Drama

1. Latar Latar adalah keterangan mengenai tempat, waktu, dan suasana di dalam naskah drama.

a. Latar tempat, yaitu penggambaran tempat kejadian di dalam naskah drama, seperti di rumah, medan perang, di meja makan.

b. Latar waktu, yaitu penggambaran waktu kejadian di dalam naskah drama, seperti pagi hari pada tanggal 17 Agustus 1945.

c. Latar suasana/budaya, yaitu penggambaran suasana ataupun budaya yang melatarbelakangi terjadinya adegan atau peristiwa dalam drama. Misalnya, dalam budaya Jawa, dalam kehidupan masyarakat Betawi, Melayu, Sunda, Papua.

2. Penokohan Tokoh-tokoh dalam drama diklasifikasikan sebagai berikut.

a. Tokoh gagal atau tokoh badut (the foil) Tokoh ini yang mempunyai pendirian yang bertentangan dengan tokoh lain. Kehadiran tokoh ini berfungsi untuk menegaskan tokoh lain itu.

b. Tokoh idaman (the type character) Tokoh ini berperan sebagai pahlawan dengan karakternya yang gagah, berkeadilan, atau terpuji.

c. Tokoh statis (the static character) Tokoh ini memiliki peran yang tetap sama, tanpa perubahan, mulai dari awal hingga akhir cerita.

d. Tokoh yang berkembang. Misalnya, seorang tokoh berubah dari setia ke karakter berkhianat, dari yang bernasib sengsara menjadi kaya raya, dari yang semula adalah seorang koruptor menjadi orang yang saleh dan budiman.

3. Dialog Dalam drama, percakapan atau dialog haruslah memenuhi dua tuntutan.

a. Dialog harus turut menunjang gerak laku tokohnya. Dialog haruslah dipergunakan untuk mencerminkan apa yang telah terjadi sebelum cerita itu, apa yang sedang terjadi di luar panggung selama cerita itu berlangsung; harus pula dapat mengungkapkan pikiran-pikiran serta perasaan-perasaan para tokoh yang turut berperan di atas pentas.

b. Dialog yang diucapkan di atas pentas lebih tajam dan tertib daripada ujaran sehari-hari. Tidak ada kata yang harus terbuang begitu saja; para tokoh harus berbicara jelas dan tepat sasaran.

Dialog itu disampaikan secara wajar dan alamiah.

4. Tema adalah gagasan yang menjalin struktur isi drama. Tema dalam drama menyangkut segala persoalan, baik itu berupa masalah kemanusiaan, kekuasaan, kasih sayang, kecemburuan, dan sebagainya.

Untuk mengetahui tema drama, kita perlu mengapresiasi menyeluruh terhadap berbagai unsur karangan itu. Tema jarang dinyatakan secara tersirat. Untuk dapat merumuskan tema, kita harus memahami drama itu secara keseluruhan.

5. Pesan atau amanat merupakan ajaran moral didaktis yang disampaikan drama itu kepada pembaca/penonton. Amanat tersimpan rapi dan disembunyikan pengarangnya dalam keseluruhan isi drama.

 

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgMt60iEKg4o4AL0XB_xHOYArY0N4Bdmz_CCIZZ3GJkPjOyeZHWUWFSwF-7p4rUIrUJnhrCeBM70ZrTZ1GGL8eHgtEhVRL5xp_XwTLVxrHEA2YuyiSqNXUL6BF47P5yMQ9nU-xQj5ekNb17/s320/PIC_13_img_132472018536456690.jpg

unsur drama

Tema Drama

Tema drama merujuk pada sesuatu yang menjadi pokok persoalan yang ingin diungkapkan oleh penulis naskah. Berdasarkan keluasan tema itu dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis, yakni tema utama dan tema tambahan.

1. Tema utama adalah tema secara keseluruhan yang menjadi landasan dari lakon drama.

2. Tema tambahan merupakan tema-tema lain yang terdapat dalam drama yang mendukung tema utama.

 

 

 

 

Kebahasaan dalam Drama 

Drama merupakan karya fiksi yang dinyatakan dalam bentuk dialog.

Kalimat-kalimat yang tersaji di dalamnya hampir semuanya berupa dialog atau tuturan langsung para tokohnya. Ada kalimat-kalimat tidak langsung, ada pula pada bagian prolog dan epilognya.

Drama menggunakan kata ganti orang ketiga pada bagian prolog atau epilognya. Karena melibatkan banyak pelaku (tokoh), kata ganti yang lazim digunakan adalah mereka.

Lain halnya dengan bagian dialognya, yang kata gantinya adalah kata orang pertama dan kedua. 

Selain itu, teks drama memiliki ciri-ciri kebahasaan sebagai berikut.

1. Banyak menggunakan kata yang menyatakan urutan waktu (konjungsi kronologis).

Contoh: sebelum, sekarang, setelah itu, mula-mula, kemudian.

2. Banyak menggunakan kata kerja yang menggambarkan suatu peristiwa yang terjadi, seperti menyuruh, menobatkan, menyingkirkan, menghadap, beristirahat.

3. Banyak menggunakan kata kerja yang menyatakan sesuatu yang dipikirkan atau dirasakan oleh tokoh.

Contoh: merasakan, menginginkan, mengharapkan, mendambakan, mengalami.

4. Menggunakan kata-kata sifat (descriptive language) untuk menggambarkan tokoh, tempat, atau suasana. Kata-kata yang dimaksud, misalnya, rapi, bersih, baik, gagah, kuat.

 

Langkah-Langkah Pementasan Drama

1. Memahami naskah dan karakter tokoh yang akan kita perankan, yakni melalui dialog-dialognya serta kramagung atau petunjuk laku yang dinyatakan langsung oleh pengarang.

2. Memerankan tokoh dengan memerhatikan aspek lafal, intonasi, nada/ tekanan, mimik, dan gerak-geriknya.

a. Lafal adalah cara seseorang dalam mengucapkan kata atau bunyi bahasa. Aspek ini penting kita perhatikan guna kejelasan makna suatu kata.

b. Intonasi adalah naik turunnya lagu kalimat. Kalimat berita, perintah, dan kalimat tanya harus menggunakan intonasi yang berbeda. Intonasi kalimat untuk menyatakan kegembiraan juga berbeda dengan kalimat yang bermakna kecemburuan.

c. Nada/tekanan adalah kuat lemahnya penurunan suatu kata dalam kalimat. Kata yang ingin diperjelas maksudnya mendapat tekanan lebih kuat daripada kata lainnya.

d. Mimik adalah ekspresi atau raut muka yang menggambarkan suatu emosi: sedih, gembira, kecewa, takut, dan sebagainya.

Mimik berperan dalam memperjelas suatu maksud tuturan.

e. Gerak-gerik adalah berbagai gerak pada anggota badan atau tingkah laku seseorang dalam menyatakan maksud tertentu.

Bentuknya, misalnya, anggukan kepala, menggigit jari.

 

Teks drama juga memiliki ciri-ciri kebahasaan sebagai berikut.

1. Banyak menggunakan kata yang menyatakan urutan waktu (konjungsi kronologis).

2. Banyak menggunakan kata kerja yang menggambarkan suatu peristiwa yang terjadi.

3. Banyak menggunakan kata kerja yang menyatakan sesuatu yang dipikirkan atau dirasakan oleh tokoh.

4. Menggunakan kata-kata sifat (descriptive language) untuk menggambarkan tokoh, tempat, atau suasana.

 

 

Komentar

Postingan Populer